BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisasi memiliki tujuan
yang ingin dicapai serta bagian-bagian yang memungkinkan tujuan itu dapat
dicapai. Dewasa ini makin banyak organisasi menghadap suatu lingkungan yang
dinamis dan berubah selanjutnya, menuntut agar organisasi itu menyesuaikan
diri. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia harus berubah agar menarik dan
mempertahankan angkatan kerja yang lebih beraneka ragam Persaingan berubah.
Ekonomi global, artinya pesaing-pesaing bisa datang dari seberang lautan
laksana dari seberang kota. Persaingan yang meninggi juga berarti juga berarti
organisasi yang mapan perlu mempertahankan diri terhadap baik pesaing
tradisional yang mengembangkan produk dan jasa baru maupun perusahaan
wiraswasta kecil dengan penawaran yang inovatif.
Organisasi yang berhasil akan
merupakan organisasi yang dapat berubah untuk menanggapi persaingan itu. Dengan
semakin kompleksnya persaingan yang mengharuskan setiap karyawan untuk selalu srius dalam pekerjaannya, hal ini dapat
menyebabkan kejenuhan dan juga tekanan mental yang akhirnya berujung dengan
stress, sebelum stress tersebut dapat mengganggu kinerja dan menurunkan
produktifitas karyawan, maka stress tersebut harus ditangani, antara lain
dengan mengetahui dan melakukan manajemen stress.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini,
antara lain:
1. Bagaimana pengertian dan penjelasan terkait perubahan
organisasional?
2. Bagaimana pengertian dan penjelasan terkait manajemen stress dan
stres kerja?
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun tujuan
dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.
Memahami dan
mampu menjelaskan ulang terkait perubahan organisasional
2.
Memahami dan
mampu menjelaskan ulang terkait manajeen stress dan stres kerja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Perubahan Organisasi
Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi
tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang
diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk
mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan
nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
Menurut Desplaces (2005) perubahan yang terjadi dalam organisasi
seringkali membawa dampak ikutan yang selalu tidak menguntungkan. Bahkan
menurut Abrahamson (2000), perubahan itu akan menimbulkan kejadian yang
“dramatis” yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi. Desplaces (2005)
mengutip kajian yang dilakukan Poras dan Robertson's (1992) menyatakan bahwa
kebijakan perubahan yang dilakukan oleh organisasi hanya memberikan manfaat
positif bagi organisasi sebesar 38%. Meskipun perubahan organisasi tidak
langsung memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa
praktisi tetap meyakini tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan
perubahan.
2.2 Target Perubahan
1) Sumber daya manusia
Sumber
daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya,
suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan
kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan
organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus
mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan
mengorganisir sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian
mereka.
2) Sumber Daya Fungsional
Suatu
organisasi dapat meningkatkan nilai dengan merubah struktur, budaya dan
teknologi. Perubahan dari fungsional ke sebuah produk sebagai contoh, mempercepat
proses pengembangan produk baru. Perubahan di dalam struktur fungsional dapat
membantu menyediakan suatu pengaturan di mana orang-orang termotivasi untuk
melaksanakannya.
3) Kemampuan Teknologi
Kemampuan
teknologi memberi sebuah organisasi suatu kapasitas yang besar untuk merubah
dengan sendirinya dengan tujuan memanfaatkan peluang pasar. Pada tingkat
organisasi, sebuah organisasi harus menyediakan konteks yang memungkinkan untuk
menerjemahkan kompetensi teknologinya menjadi nilai bagi para stakeholder.
4)
Kemampuan
Organisasi
Melalui
struktur organisasi dan budaya, sebuah organisasi dapat memanfaatkan sumebr
daya manusia dan fungsional untuk memanfaatkan peluang teknologi. Perubahan
organisasi sering kali melibatkan hubungan antara manusia dan fungsi-fungsi
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menciptakan nilai.
2.3 Tuntutan untuk Perubahan Organisasi
Jaman
akan terus menerus berubah secara konstan, dan suatu organisasi harus
menyesuaikan dengan segala perubahan untuk dapat bertahan.
1)
Kekuatan Persaingan
(Competitive Forces)
Setiap
organisasi berusaha keras untuk mencapai keuntungan dari persaingan. Persaingan
menjadi pemicu untuk melakukan perubahan dikarenakan apabila organisasi
tersebut tidak dapat melebihi pesaingnya dalam efisiensi, kualitas atau
kemampuan untuk melakukan inovasi pada produk dan jasa, maka organisasi
tersebut tidak akan bertahan.
2)
Ekonomi.
Politik, dan Kekuatan Global
Ekonomi,
politik, dan kekuatan global secara terus menerus mempengaruhi organisasi dan
memaksa mereka untuk bagaimana dan di mana harus menghasilkan barang dan jasa.
Perserikatan ekonomi dan politik antar negara menjadi suatu kekuatan yang
penting untuk perubahan. Tidak ada suatu organisasi yang mampu mengabaikan
dampak dari ekonomi global dan kekuatan politik terhadap aktivitasnya.
3)
Kekuatan
Demografi dan Sosial (Demography and Social Forces)
Perubahan
dalam komposisi dari kekuatan pekerja dan terus meningkatnya keaneka ragaman
karyawan, hal ini mengenalkan pada organisasi banyaknya peluang dan tantangan.
Perubahan dalam karakteristik demografis dari kekuatan pekerja memaksa para
manajer untuk merubah gaya mereka dalam mengatur karyawan dan belajar bagaimana
cara memahami, mengawasi dan memotivasi dengan setiap anggota yang berbeda
secara efektif. Banyak perusahaan membantu para pekerja mereka untuk memahami
akan adanya perubahan teknologi yang terus berkembang dengan menyediakan
dukungan dalam mengedepankan pelatihan dan pendidikan.
4) Kekuatan Etika (Ethical Forces)
Sama pentingnya bagi suatu organisasi dalam mengambil tindakan
untuk berubah sebagai tanggapan atas tuntutan dalam perubahan demografis dan
sosial untuk kearah perilaku perusahaan yang lebih jujur dan bertanggung jawab.
Banyak organisasi membutuhkan perubahan untuk mengijinkan para manajer dan para
pekerja di semua tingkatan untuk melaporkan perilaku yang tidak pantas,
sehingga suatu organisasi dapat dengan segera menyingkirkan perilaku seperti
itu dan melindungi kepentingan umum bagi para pelanggan dan anggotanya.
2.4 Kekuatan-Kekuatan
Penyebab Perubahan
1. Kekuatan-kekuatan
Eksternal
Tekanan-tekanan perubahan
yang datang dari luar perusahaan dan segala sesuatu yang tercakup dalam atau
merubah lingkungan dapat mempengaruhi organisasi dan menyebabkan tekanan
perubahan. Seperti sistem politik, ekonomi, teknologi, pasar dan nilai-nilai.
Perubahan lingkungan
terjadi begitu cepat sehingga memberikan tekanan pada organisasi untuk mengubah
tujuan, strategi, kebijaksanaan, dan struktur organisasi. Sebagai contoh,
persaingan menimbulkan kebutuhan akan oenyesuaian organisasi agar tetap
tercapai sasaran, misalnya dengan menambah personalia pemasaran.
2. Kekuatan-kekuatan
Internal
Tekanan-tekanan perubahan
yang datang dari dalam perusahaan seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan
manajerial dan teknologi baru, serta sikap dan perilaku para karyawan.
2.5 Penolakan terhadap
Perubahan
Bila
perubahan terjadi, para manajer dan karyawan akan bereaksi baik secara positif
maupun negatif. Berbagai reaksi khas terhadap perubahan adalah :
1.
Orang mungkin menyangkal
bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini
terjadi organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektivitasnya.
2.
Orang mungkin mengabaikan
perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan
bahwa masalah yang terjadi akan “hilang” dengan sendirinya.
3.
Orang mungkin menolak
perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karyawan mungkin menentang
perubahan.
4.
Orang mungkin menerima
perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
5.
Orang juga mungkin
mengantisipasi perubahan dan merencanakannya.
2.6 Penanggulangan Penolakan
terhadap Perubahan
Menurut Kotter dan
Schlesinger ada enam penanggulangan perubahan, yaitu :
1. Pendidikan
dan komunikasi. Dengan menginformasikan perubahan-perubahan yang direncanakan
dan kebutuhan akan perubahan sedini mungkin dalam proses. Apakah secara
individual kepada bawahan, kelompok dalam pertemuan, atau keseluruhan
organisasi melalui berbagai kampanye pendidikan audiovisual.
2. Partisipasi
dan keterlibatan. Bila para penolak potensial dilibatkan dalam perancangan dan
implementasi perubahan, penolakan terhadap perubahan dapat dikurangi atau
dihilangkan.
3. Kemudahan
dan dukungan. Pemudahan proses perubahan dan pemberian dukungan kepada mereka
yang terlibat merupakan cara lain manajer dapat menangani penolakan.
Program-program pendidikan dan latihan kembali, pelonggaran waktu setelah
periode sulit, dan penawaran dukungan emosional serta pengertian dapat
membantu.
4. Negosiasi
dan Tujuan. Tehnik lain adalah negoisasi dengan para penolak potensial. Sebagai
contoh, persetujuan serikat, kenaikan pesangon pensiun karyawan sebagai
pertukaran dengan penghentian kerja yang lebih dini atau perolehan surat-surat
pengertian tertulis dari kepala-kepala satuan organisasi yang akan dikenai oleh
perubahan.
5. Manipulasi
dan “bekerja sama”. Kadang-kadang para manajer menjauhkan individu atau
kelompok dari penolakan terhadap perubahan. Mereka dapat memanipulasi para
karyawan melalui pemberitaan informasi secara selektif atau melalui penyusunan
urutan kejadian-kejadian dengan sengaja.
6. Paksaan
eksplisit dan implisit. Para manajer
dapat memaksa orang-orang untuk menerima perubahan dengan berbagai ancaman
eksplisit dan implisit, dalam bentuk kehilangan pekerjaan, penundaaan promosi,
dan sebagainya.
2.7 Kesiapan untuk Perubahan Organisasi
Kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting dengan melibatkan
karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk
berubah adalah ketika orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan
dan mampu untuk berubah. Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman
(2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel
motivasional, ketersedian sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang
dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan.
Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai
kesediaan individu untuk berpartisispasi dalam kegiatan yang dilaksanakan
organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999).
Menurut Desplaces (2005), kesiapan individu untuk menghadapi
perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan
memberikan hasil yang positif. beberapa kajian terbaru tentang konstruk
variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan
individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif individu
terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi
perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan. Setiap
perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik
antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah
seperti yang diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan
anggota organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan.
Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus harus dibuat. Sebuah
organisasi siap untuk berubah apabila ketiga kondisi ini ada:
a. Mempunyai pemimpin
yang efektif dan dihormati
Mereka tidak dapat mempertahankan karyawan yang baik dan
memotivasi mereka yang berada di perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus
mengganti mereka dengan individu-individu yang efektif dan dihormati oleh
orang-orang disekitarnya, hal tersebut akan medekatkan bahwa organisasi telah
siap untuk berubah.
b. Orang-orang dalam
organisasi mempunyai motivasi untuk berubah.
Mereka
merasa kurang puas dengan keadaan sekarang sehingga mereka bersedia untuk ikut
berpartisipasi dan menerima resiko dengan adanya perubahan.
c. Organisasi mempunyai struktur non-hirarki
Hirarki dapat menjadi perintang bagi proses perubahan, oleh karena
itu manager harus bisa mengurangi pekerjaan yang berdasarkan hirarki dengan
memberikan pekerjaan yang bersifat kolaboratif (kerja sama).
Penilaian kesiapan sebelum terjadinya perubahan telah memberikan
dorongan yang kuat dan beberapa instrumen telah dikembangkan untuk memenuhi
tujuan tersebut. Instrumen yang sudah ada ini muncul untuk mengukur kesiapan
dari beberapa perspektif, yaitu, proses perubahan (change process), isi
perubahan (change content), konteks perubahan (change context),
dan individu atribut (Holt, Armenakis, Harris, & Field, 2007).
2.8 Pengertian
Stres dan Stres Kerja
Stres mempunyai
arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu atau menurut beberapa ahli
diantaranya: Menurut John Suprihanto, Prakoso Hadi (2003:62), bahwa stres
adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan
tuntunan psikologis dan fisik yang berlebih pada seseorang.
Menurut Charles
D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah
tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres
juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Luthans (dalam
Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi dari tindakan Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres
kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda.
Dari uraian
diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa stres adalah suatu
kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan,
atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan
yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
2.9 Jenis-Jenis
Stres
Jenis stres dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Eustress, yaitu hasil dari respon
terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat
membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan
tingkat performance yang tinggi.
2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap
stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).
Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan
dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2.10 Gejala-Gejala
Stres
Terry Beehr dan
John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan
dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1.
Gejala
psikologis
a.
Kecemasan,
ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
b.
Perasaan
frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
c.
Sensitif dan
hyperreactivity
d.
Memendam
perasaan, penarikan diri, dan depresi
e.
Komunikasi yang
tidak efektif
f.
Perasaan
terkucil dan terasing
g.
Kebosanan dan
ketidakpuasan kerja
h.
Kelelahan
mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
i.
Kehilangan
spontanitas dan kreativitas
j.
Menurunnya rasa
percaya diri
2.
Gejala
fisiologis
a.
Meningkatnya
denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit
kardiovaskular
b.
Meningkatnya
sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
c.
Gangguan
gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
d.
Meningkatnya
frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
e.
Kelelahan
secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic
fatigue syndrome)
f.
Gangguan
pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
g.
Gangguan pada
kulit
h.
Sakit kepala,
sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
i.
Gangguan tidur
j.
Rusaknya fungsi
imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3.
Gejala perilaku
a.
Menunda,
menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b.
Menurunnya
prestasi (performance) dan produktivitas
c.
Meningkatnya
penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d.
Perilaku
sabotase dalam pekerjaan
e.
Perilaku makan
yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
f.
Perilaku makan
yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan
berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda
depresi
g.
Meningkatnya
kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak
hati-hati dan berjudi
h.
Meningkatnya
agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
i.
Menurunnya
kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
j.
Kecenderungan
untuk melakukan bunuh diri
Adapun
gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang
disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan
interaksi normal individu sebelumnya.
2.11 Penyebab Stres
Setiap
orang mempunyai reaksi dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi
yang sama. Berikut ini akan dijelaskan beberapa penyebab umum stres:
1.
Penyebab fisik
a. Kebisingan. Kebisingan yang terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi
banyak orang. Namun perlu diketahui bahwa terlalu tenang juga dapat menyebabkan hal yang sama.
b. Kelelahan. Masalah kelelahan ini dapat menyebabkan stres karena kemampuan
untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun
dan tanpa disadari menimbulkan stres.
c. Penggeseran kerja. Mengubah pola kerja yang terus-menerus dapat menimbulkan
stress. Hal ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola
kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
d. Jet-lag. Jet-lag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh
perubahan waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang.
e. Suhu dan kelembaban. Bekerja dalam ruangan yang suhunya terlalu tinggi
dapat mempengaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat
ditoleransi dengan kelembaban yang rendah.
2.
Beban kerja
Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri
seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat
keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi,
volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.
3.
Sifat pekerjaan
Situasi baru dan asing. Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan
atau organisasi, seseorang akan merasa sangat tertekan sehingga dapat
menimbulkan stres.
Ancaman pribadi. Suatu tingkat kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari
atasan menyebabkan seseorang merasa terancam kebebasannya.
4.
Kebebasan
Kebebasan yang diberikan kepada karyawan belum tentu merupakan hal yang
menyenangkan. Ada sebagian karyawan justru dengan adanya kebebasan membuat
mereka merasa ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam bertindak. Hal ini dapat
merupakan sumber stres bagi seseorang.
5.
Kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang dialami dirumah, seperti ketidakcocokan
suami-istri, masalah keuangan, perceraian dapat mempengaruhi prestasi seseorang
dan merupakan sumber stres bagi seseorang.
2.12 Dampak Stres
Pada umumnya
stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri
karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan
yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan
ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke
aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang,
selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan
Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat
stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik,
kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam
pengambilan keputusan.
Penelitian yang
dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan
mandor di perusahaan swasta menunjukkan
bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
1. Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut
jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa
berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi
perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah
meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara
psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi,
hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins,
1993).
2.13 Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam
pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya
yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya,
yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama
pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus
dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan
dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang
bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru
akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih
spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar,
menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah
yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di
tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam
peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari
sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar
tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati,
1999:76).
Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika
karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu
akan memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan
tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang
berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi
dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan.
Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan
stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan
pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu
pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk
mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif
yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial.
Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan
tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Dari pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres
adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya
dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh
karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk
mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan
tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi
organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan
menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka
bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal
yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
2.14 Cara Mencegah
Stres
Dalam
mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengurangan stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan
adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang
semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan
pekerjaan.
1.
Relaksasi Otot
Sebutan
persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang
lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot.
Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah
yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan
mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus
meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan
ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2.
Bio feedback
Dalam bio feedback, perubahan kecil
yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan
kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik
manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan
tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk
membantu relaksasi dan mempertahankan
fungsi tubuh pada keadaan nonstress.
Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik
nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai
fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan, menurunkan keasaman lambung,
mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi
fisiologis negative dari stress.
3.
Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons
relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri.
Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stress
berperang atau lari. Herbert benson
menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu respons
relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah :
a.
Menemukan suatu lingkungan yang
tenang.
b.
Menggunakan suatu perangkat mental
seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah
fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
c.
Mengabaikan pemikiran yang
mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif.
d.
Mengasumsikan suatu posisi yang
nyaman
Maharishi Mahes Yogi
mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat
pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam
dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi
mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan
meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stress.
4.
Restrukturisasi kognitif
Alasan yang mendasari beberapa
pendekatan individual dalam manajemen
stress di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang
terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi
dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi,
keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan
label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari
manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang
tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan
yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas
reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
BAB III
STUDI KASUS
1. Contoh Kasus Perubahan
Organisasional
Kegagalan
Succession Planning dan Robohnya Citibank
Citibank
salah satu bank terbesar di indonesia, tidak hanya itu citibank juga adalah
sekolah perbankakan yang menghasilkan bara bankir-bankir yang berkualitas, dan
lulusan dari sekolah citibak pun orang-orang yang diakui sebagai bankir-bankir
terbaik dunia.Selain itucitibank punmenjadi penguasa pasar kartu kredit di
indonesia.
Dibalik
kemegahan dan kehebatan citibank di indonesia, sebenernya citibank pusat atau
yang disebut citigroup yang berpusat di amerika mengalami kerugian yang sangat
besar yang diakibatkan oleh macetnya kredit perumahan di Amerika.
Citigroup
harus menanggung kerugian sebesar Rp 160 triliyun, tidak hanya itu tapi saham
citigroup pun di bursa saham harganya sangat jatuh dari $57 menjadi $20.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan citigroupbisa mengalami hal tersebut, salah
satunya adalah kegagalan CEO citigroup dalam melakukan perubahan dan
perkembangan dalam citigroup.
1) CEO
citigroup tersebut merubah konsepkepemimpinan citigroup yang lama menjadi
kepemimpina otoriter, yang menyebabkan para bankir-bankir di citigroup pun
banyak yang mengundurkan diri karena tidak suka dengan perubahan yang terjadi
pada citigroup. Sehingga pada akhirnya citigroup kehilangan para bankir-bankir
terbaik yang mereka punya.
2) Kegagalan
CEO citigroup dalam membawa perubahan tidak hanya sampai disitu, kegagalan
lainynya adalah saat CEO citigoup tersebut ingin pensiun.Saat sang CEO
citigroup tersebut ingin pesnsiun pada tahun 2003, sang CEO citigroup tersebut
memilih penggantinya bukan karena yang dipilihnya itu orang terbaik dalah hal
perbankkan, atau bukan karena pengalaman penggatinya itu memiliki pengalaman
yang luar biasa dalam hal perbankkan, tapi sang CEO tersebut memilih
penggantinya dikarenakan yang menggantikan sangat loyal kepadanya, walaupun
yang menggantikannya itu tidak memilkiki basic tentenag dunia perbankkan,
karena yang menggantikannya adalah seorang kepala bagian hukum, atau basicnya
adalah dalam bidang hukum.
Itulah
beberapa penyebab mengapa citigroup bisa mengalami kerugian yang sangat besar,
sebagaian besar penyebabnya adalah karena perubahan dan perkembangan citigroup
kearah yang tidak baik, sehingga mereka tidak dapat mengatasi perubahan atau
masalah yang terus berkembang pula.
Ada
beberapa pelajaran yang dapat diambil dalam kasus citigroup tersebut,
diantaranya adalah:
1.Saat
ingin melakukan perubahan atau perkembangan pada sebuah organisasi, ada baiknya
harus dipikirkan segala resikonnya, agar perubahan dan perkembangan yang dibuat
dapat membuat organisasi tersebut dapat bertahan menghadapi segala tuntutan
masalah yang terus berkembang pula
2.
Perubahan yang terbaik adalah saat kita merangkul seluruh anggota organisasi
kita, bukanmenerapkan kepemimpinan yang otoriter, karena kepemimpnan yang
otoriter akan membuat kesenjangan antar pemimpin dan anggtonya. Yang akan
menyebabkan banyaknya masalah yang tidak terselesaikan, karena kuragnya kerja
sama akibat kepemimpinan yang otoriter
3.
Saat sebuah perubahan atau perkembangan yang kita buat dalam sebuah organisasi
membuat organisasi kita mengalami perubahan atau perkembangan ke arah yang
negatif, maka sebaiknya kita harus membua sebuah perubahan baru, agar
organisasi tersebut dapat bertahan dalam menghadapi segala masalah, dan agar
organisasi terebut dapat mejadi tempat bernaungbagi para anggotanya.
2. Contoh Kasus Stress Kerja
Stres Kerja,
Menyebabkan Kematian
Terlihat
seorang wakil pembicara dan karyawan yang berkumpul di luar pabrik Foxconn di Shenzhen,
Provinsi Guangdong Cina selatan pada sebuah dokumen foto yang diambil tanggal
24 Februari 2010. “Perusahaan hanya mementingkan kepentingan bisnisnya dengan
memeras tenaga karyawan, sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah,
ironisnya karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini”. Pemogokan di Perusahaan
Honda Motor dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn Technology (produsen
raksasa elektronik untuk industri seperti Apple, Dell
dan Hewlett-Packard) membuat Pemerintah Cina harus melakukan
pertemuan dengan perwakilan Management Perusahaan.
Seorang
Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja untuk Foxconn (pembuatiPhone,
iPads dan gadget elektronik lainnya
termasuk Apple Inc) meninggal dunia “kematiannya
mendadak” di rumahnya di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di
provinsi Guangdong China selatan. Penyebab kematian sedang
diselidiki dan “kita sedang mengumpulkan informasi-informasi pendukung penyebab
kematian insinyur ini termasuk keterkaitannya dengan pekerjaan,” kata salah
satu perwakilanmanagement perusahaan.
Surat
kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa
salah satu kerabat dekat Insinyur mengklaim kematian rekan kerjanya itu
dikarenakan “stres kerja”, setelah bekerja 34 jam tanpa istirahat. Dampak dari
laporan surat kabar yang terbit langsung direspon positif oleh Perusahaan
dengan mengumumkan pemberian 30 % bonus pada karyawannya untuk meningkatkan dan
membantu terciptanya lingkungan kerja yang lebih baik selain itu kerja lembur
karyawan akan dikurangi sehingga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat.
Aktivis ketenagakerjaan menuduh perusahaan memiliki gaya manajemen yang kaku,
dan karyawannya dipaksakan untuk bekerja terlalu keras, namun Foxconn menyangkal
tuduhan ini. Dalam setahun ini diFoxconn Company “Sepuluh
pekerjanya telah bunuh diri dan tiga lainnya melakukan percobaan bunuh
diri, rata-rata mereka tewas karena terjun dari atas bangunan.
Analisis
kasus dengan teori stres
Kasus ini
menerangkan mengenai aksi protes para pekerja Foxconn di China yang mengatakan
bahwasanya pihak perusahaan tidak memikirkan hak para pekerja. Upah yang
diberikan tidak setimpal dengan apa yang dikerjakan. Hal tersebut terbukti
dengan tewasnya salah satu karyawan PT.Foxconn yang mati dirumahnya akibat
stres kerja. Stres yang dialami pekerja tersebut dikarenakan perusahaan
menuntut untuk bekerja keras tanpa istirahat.
Berdasarkan
kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup
membahayakan karena sampai melakukan bunuh diri hanya karena stres dengan
pekerjannya. Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan
pengertian menurut Widyastuti (2003) yang menyatakan bahwa stres kerja
merupakan ketegangan yang dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari
beban kerja yang berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal
tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunjang lainnya
seperti halnya bertambahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah.
Sehingga
membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan
teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis mereka
seperti halnya pangan sandang dan papan. Hal tersebut dikarenakan upah yang
mereka terima tidak setimpal atau tidak mencukupi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi
tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang
diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk
mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan
nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
Perubahan
organisasional dapat menyebabkan para stakeholder mengalami stress. Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa
stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
4.2 Saran
Dalam suatu kondisi tertentu perubahan
organisasional sangat dibutuhkan suatu organisasi ataupun perusahaan. Dalam
tercapainya tujuan dari perubahan
organisional, maka dibutuhkan pula manajemen stress untuk para stakeholder,
agar mereka mampu beradaptasi menerima segala macam konsekuensi dari perubahan
tersebut. Maka dari itu, sebelum melakukan perubahan organisasi dibutuhkan
beberapa kesiapan mulai dari tingkat kelompok sampai tingkat antar individu
maisng-masing. Disini peran pimpinan sangat dibutuhkan dalam memutuskannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ananymous.
Perubahan Organisasi. http://aditb-gunadarma.blogspot.com/2012/11/makalah-kelompok-5-perubahan-organisasi.html
(diakses pada Mei 2017 )
Asriani,
Dinda. Analisis Kesiapan Perubahan Organisasional. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/128308-T%2026591-Analisis%20kesiapan-Metodologi.pdf
(diakses pada Mei 2017)
Kreitner,
Robert dan Angelo Kinicki. 2003. Perilaku
Organisasional, Edisi Pertama. Diterjemahkanoleh Erly Suandy. Jakarta:
Salemba Empat
Ruhana,
Ika. Perubahan Organisasi. http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/12/Bab-15-16-Perubahan-Organisasi.pdf
(diakses pada Mei 2017)
R
Sukanto dan Hani Handoko. 2003. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur, dan
Perilaku. Edisi ke2. Yogyakarta: BPFE
Kamu bisa melihat versi full paper dengan download link di bawah ini :
Versi Word
Semoga Bermanfaat
Indahnya Berbagai
:)
No comments:
Post a Comment