PERUBAHAN ORGANISASIONAL DAN MANAJEMEN STRESS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai serta bagian-bagian yang memungkinkan tujuan itu dapat dicapai. Dewasa ini makin banyak organisasi menghadap suatu lingkungan yang dinamis dan  berubah selanjutnya, menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia harus berubah agar menarik dan mempertahankan angkatan kerja yang lebih beraneka ragam Persaingan berubah. Ekonomi global, artinya pesaing-pesaing bisa datang dari seberang lautan laksana dari seberang kota. Persaingan yang meninggi juga berarti juga berarti organisasi yang mapan perlu mempertahankan diri terhadap baik pesaing tradisional yang mengembangkan produk dan  jasa baru maupun perusahaan wiraswasta kecil dengan penawaran yang inovatif.
Organisasi yang berhasil akan merupakan organisasi yang dapat berubah untuk menanggapi persaingan itu. Dengan semakin kompleksnya persaingan yang mengharuskan setiap karyawan untuk selalu  srius dalam pekerjaannya, hal ini dapat menyebabkan kejenuhan dan juga tekanan mental yang akhirnya berujung dengan stress, sebelum stress tersebut dapat mengganggu kinerja dan menurunkan produktifitas karyawan, maka stress tersebut harus ditangani, antara lain dengan mengetahui dan melakukan manajemen stress.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Bagaimana pengertian dan penjelasan terkait perubahan organisasional?
2.      Bagaimana pengertian dan penjelasan terkait manajemen stress dan stres kerja?
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Memahami dan mampu menjelaskan ulang terkait perubahan organisasional
2.      Memahami dan mampu menjelaskan ulang terkait manajeen stress dan stres kerja



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perubahan Organisasi
Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
Menurut Desplaces (2005) perubahan yang terjadi dalam organisasi seringkali membawa dampak ikutan yang selalu tidak menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson (2000), perubahan itu akan menimbulkan kejadian yang “dramatis” yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi. Desplaces (2005) mengutip kajian yang dilakukan Poras dan Robertson's (1992) menyatakan bahwa kebijakan perubahan yang dilakukan oleh organisasi hanya memberikan manfaat positif bagi organisasi sebesar 38%. Meskipun perubahan organisasi tidak langsung memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi tetap meyakini tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan perubahan.
2.2 Target Perubahan
1)      Sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.
2)      Sumber Daya Fungsional
Suatu organisasi dapat meningkatkan nilai dengan merubah struktur, budaya dan teknologi. Perubahan dari fungsional ke sebuah produk sebagai contoh, mempercepat proses pengembangan produk baru. Perubahan di dalam struktur fungsional dapat membantu menyediakan suatu pengaturan di mana orang-orang termotivasi untuk melaksanakannya.
3)      Kemampuan Teknologi
Kemampuan teknologi memberi sebuah organisasi suatu kapasitas yang besar untuk merubah dengan sendirinya dengan tujuan memanfaatkan peluang pasar. Pada tingkat organisasi, sebuah organisasi harus menyediakan konteks yang memungkinkan untuk menerjemahkan kompetensi teknologinya menjadi nilai bagi para stakeholder.
4)      Kemampuan Organisasi
Melalui struktur organisasi dan budaya, sebuah organisasi dapat memanfaatkan sumebr daya manusia dan fungsional untuk memanfaatkan peluang teknologi. Perubahan organisasi sering kali melibatkan hubungan antara manusia dan fungsi-fungsi untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menciptakan nilai.
2.3 Tuntutan untuk Perubahan Organisasi 
Jaman akan terus menerus berubah secara konstan, dan suatu organisasi harus menyesuaikan dengan segala perubahan untuk dapat bertahan.
1)      Kekuatan Persaingan (Competitive Forces)
Setiap organisasi berusaha keras untuk mencapai keuntungan dari persaingan. Persaingan menjadi pemicu untuk melakukan perubahan dikarenakan apabila organisasi tersebut tidak dapat melebihi pesaingnya dalam efisiensi, kualitas atau kemampuan untuk melakukan inovasi pada produk dan jasa, maka organisasi tersebut tidak akan bertahan.
2)      Ekonomi. Politik, dan Kekuatan Global
Ekonomi, politik, dan kekuatan global secara terus menerus mempengaruhi organisasi dan memaksa mereka untuk bagaimana dan di mana harus menghasilkan barang dan jasa. Perserikatan ekonomi dan politik antar negara menjadi suatu kekuatan yang penting untuk perubahan. Tidak ada suatu organisasi yang mampu mengabaikan dampak dari ekonomi global dan kekuatan politik terhadap aktivitasnya.
3)      Kekuatan Demografi dan Sosial (Demography and Social Forces)
Perubahan dalam komposisi dari kekuatan pekerja dan terus meningkatnya keaneka ragaman karyawan, hal ini mengenalkan pada organisasi banyaknya peluang dan tantangan. Perubahan dalam karakteristik demografis dari kekuatan pekerja memaksa para manajer untuk merubah gaya mereka dalam mengatur karyawan dan belajar bagaimana cara memahami, mengawasi dan memotivasi dengan setiap anggota yang berbeda secara efektif. Banyak perusahaan membantu para pekerja mereka untuk memahami akan adanya perubahan teknologi yang terus berkembang dengan menyediakan dukungan dalam mengedepankan pelatihan dan pendidikan.
4)      Kekuatan Etika (Ethical Forces)
Sama pentingnya bagi suatu organisasi dalam mengambil tindakan untuk berubah sebagai tanggapan atas tuntutan dalam perubahan demografis dan sosial untuk kearah perilaku perusahaan yang lebih jujur dan bertanggung jawab. Banyak organisasi membutuhkan perubahan untuk mengijinkan para manajer dan para pekerja di semua tingkatan untuk melaporkan perilaku yang tidak pantas, sehingga suatu organisasi dapat dengan segera menyingkirkan perilaku seperti itu dan melindungi kepentingan umum bagi para pelanggan dan anggotanya.
2.4 Kekuatan-Kekuatan Penyebab Perubahan
1.    Kekuatan-kekuatan Eksternal
Tekanan-tekanan perubahan yang datang dari luar perusahaan dan segala sesuatu yang tercakup dalam atau merubah lingkungan dapat mempengaruhi organisasi dan menyebabkan tekanan perubahan. Seperti sistem politik, ekonomi, teknologi, pasar dan nilai-nilai.
Perubahan lingkungan terjadi begitu cepat sehingga memberikan tekanan pada organisasi untuk mengubah tujuan, strategi, kebijaksanaan, dan struktur organisasi. Sebagai contoh, persaingan menimbulkan kebutuhan akan oenyesuaian organisasi agar tetap tercapai sasaran, misalnya dengan menambah personalia pemasaran.

2.    Kekuatan-kekuatan Internal
Tekanan-tekanan perubahan yang datang dari dalam perusahaan seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru, serta sikap dan perilaku para karyawan.
          
2.5 Penolakan terhadap Perubahan
Bila perubahan terjadi, para manajer dan karyawan akan bereaksi baik secara positif maupun negatif. Berbagai reaksi khas terhadap perubahan adalah :
1.        Orang mungkin menyangkal bahwa  perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektivitasnya.
2.        Orang mungkin mengabaikan perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan “hilang” dengan sendirinya.
3.        Orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karyawan mungkin menentang perubahan.
4.        Orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
5.        Orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya.

2.6 Penanggulangan Penolakan terhadap Perubahan
Menurut Kotter dan Schlesinger ada enam penanggulangan perubahan, yaitu :
1.    Pendidikan dan komunikasi. Dengan menginformasikan perubahan-perubahan yang direncanakan dan kebutuhan akan perubahan sedini mungkin dalam proses. Apakah secara individual kepada bawahan, kelompok dalam pertemuan, atau keseluruhan organisasi melalui berbagai kampanye pendidikan audiovisual.
2.    Partisipasi dan keterlibatan. Bila para penolak potensial dilibatkan dalam perancangan dan implementasi perubahan, penolakan terhadap perubahan dapat dikurangi atau dihilangkan.
3.    Kemudahan dan dukungan. Pemudahan proses perubahan dan pemberian dukungan kepada mereka yang terlibat merupakan cara lain manajer dapat menangani penolakan. Program-program pendidikan dan latihan kembali, pelonggaran waktu setelah periode sulit, dan penawaran dukungan emosional serta pengertian dapat membantu.
4.    Negosiasi dan Tujuan. Tehnik lain adalah negoisasi dengan para penolak potensial. Sebagai contoh, persetujuan serikat, kenaikan pesangon pensiun karyawan sebagai pertukaran dengan penghentian kerja yang lebih dini atau perolehan surat-surat pengertian tertulis dari kepala-kepala satuan organisasi yang akan dikenai oleh perubahan.
5.    Manipulasi dan “bekerja sama”. Kadang-kadang para manajer menjauhkan individu atau kelompok dari penolakan terhadap perubahan. Mereka dapat memanipulasi para karyawan melalui pemberitaan informasi secara selektif atau melalui penyusunan urutan kejadian-kejadian dengan sengaja.
6.    Paksaan eksplisit  dan implisit. Para manajer dapat memaksa orang-orang untuk menerima perubahan dengan berbagai ancaman eksplisit dan implisit, dalam bentuk kehilangan pekerjaan, penundaaan promosi, dan sebagainya.
2.7 Kesiapan untuk Perubahan Organisasi
Kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah. Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman (2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersedian sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisispasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999).
Menurut Desplaces (2005), kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang positif. beberapa kajian terbaru tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif individu terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan. Setiap perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan.
Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus harus dibuat. Sebuah organisasi siap untuk berubah apabila ketiga kondisi ini ada:
a. Mempunyai pemimpin yang efektif dan dihormati
Mereka tidak dapat mempertahankan karyawan yang baik dan memotivasi mereka yang berada di perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengganti mereka dengan individu-individu yang efektif dan dihormati oleh orang-orang disekitarnya, hal tersebut akan medekatkan bahwa organisasi telah siap untuk berubah.
b. Orang-orang dalam organisasi mempunyai motivasi untuk berubah.
Mereka merasa kurang puas dengan keadaan sekarang sehingga mereka bersedia untuk ikut berpartisipasi dan menerima resiko dengan adanya perubahan.
c. Organisasi mempunyai struktur non-hirarki
Hirarki dapat menjadi perintang bagi proses perubahan, oleh karena itu manager harus bisa mengurangi pekerjaan yang berdasarkan hirarki dengan memberikan pekerjaan yang bersifat kolaboratif (kerja sama).
Penilaian kesiapan sebelum terjadinya perubahan telah memberikan dorongan yang kuat dan beberapa instrumen telah dikembangkan untuk memenuhi tujuan tersebut. Instrumen yang sudah ada ini muncul untuk mengukur kesiapan dari beberapa perspektif, yaitu, proses perubahan (change process), isi perubahan (change content), konteks perubahan (change context), dan individu atribut (Holt, Armenakis, Harris, & Field, 2007).
2.8 Pengertian Stres dan Stres Kerja
Stres mempunyai arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu atau menurut beberapa ahli diantaranya: Menurut John Suprihanto, Prakoso Hadi (2003:62), bahwa stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntunan psikologis dan fisik yang berlebih pada seseorang.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
2.9 Jenis-Jenis Stres
Jenis stres dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

2.10  Gejala-Gejala Stres
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1.        Gejala psikologis
a.         Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
b.         Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
c.         Sensitif dan hyperreactivity
d.         Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
e.         Komunikasi yang tidak efektif
f.          Perasaan terkucil dan terasing
g.         Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
h.         Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
i.           Kehilangan spontanitas dan kreativitas
j.           Menurunnya rasa percaya diri
2.        Gejala fisiologis
a.         Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
b.         Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
c.         Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
d.         Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
e.         Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
f.          Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
g.         Gangguan pada kulit
h.         Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
i.           Gangguan tidur
j.           Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3.        Gejala perilaku
a.         Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b.         Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
c.         Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d.         Perilaku sabotase dalam pekerjaan
e.         Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
f.          Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
g.         Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
h.         Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
i.           Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
j.           Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi:
1.    Kepuasan kerja rendah
2.    Kinerja yang menurun
3.    Semangat dan energi menjadi hilang
4.    Komunikasi tidak lancar
5.    Pengambilan keputusan jelek
6.    Kreatifitas dan inovasi kurang
7.    Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.
2.11      Penyebab Stres    
            Setiap orang mempunyai reaksi dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang sama. Berikut ini akan dijelaskan beberapa penyebab umum stres:
1.      Penyebab fisik
a.    Kebisingan. Kebisingan yang terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang. Namun perlu diketahui bahwa terlalu tenang juga  dapat menyebabkan hal yang sama.
b.    Kelelahan. Masalah kelelahan ini dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan tanpa disadari menimbulkan stres.
c.    Penggeseran kerja. Mengubah pola kerja yang terus-menerus dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
d.    Jet-lag. Jet-lag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang.
e.    Suhu dan kelembaban. Bekerja dalam ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi dengan kelembaban yang rendah.
2.      Beban kerja
Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.
3.      Sifat pekerjaan
Situasi baru dan asing. Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan merasa sangat tertekan sehingga dapat menimbulkan stres.
Ancaman pribadi. Suatu tingkat kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang merasa terancam kebebasannya.
4.      Kebebasan
Kebebasan yang diberikan kepada karyawan belum tentu merupakan hal yang menyenangkan. Ada sebagian karyawan justru dengan adanya kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam bertindak. Hal ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang.
5.      Kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang dialami dirumah, seperti ketidakcocokan suami-istri, masalah keuangan, perceraian dapat mempengaruhi prestasi seseorang dan merupakan sumber stres bagi seseorang.
2.12      Dampak Stres
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta  menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
1.      Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
2.      Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.

Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

2.13      Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
                Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
                Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
                Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
                Dari pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
2.14      Cara Mencegah Stres
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
1.      Relaksasi Otot
            Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2.      Bio feedback
            Dalam bio feedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar.  Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi  dan mempertahankan fungsi tubuh pada  keadaan nonstress. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi  kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stress.
3.      Meditasi
            Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stress berperang atau lari. Herbert benson  menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah :
a.       Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
b.      Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
c.       Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif.
d.      Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman
              Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stress.
4.      Restrukturisasi kognitif
              Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual  dalam manajemen stress di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.



BAB III
STUDI KASUS

1.      Contoh Kasus Perubahan Organisasional
Kegagalan Succession Planning dan Robohnya Citibank
Citibank salah satu bank terbesar di indonesia, tidak hanya itu citibank juga adalah sekolah perbankakan yang menghasilkan bara bankir-bankir yang berkualitas, dan lulusan dari sekolah citibak pun orang-orang yang diakui sebagai bankir-bankir terbaik dunia.Selain itucitibank punmenjadi penguasa pasar kartu kredit di indonesia.
Dibalik kemegahan dan kehebatan citibank di indonesia, sebenernya citibank pusat atau yang disebut citigroup yang berpusat di amerika mengalami kerugian yang sangat besar yang diakibatkan oleh macetnya kredit perumahan di Amerika.
Citigroup harus menanggung kerugian sebesar Rp 160 triliyun, tidak hanya itu tapi saham citigroup pun di bursa saham harganya sangat jatuh dari $57 menjadi $20.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan citigroupbisa mengalami hal tersebut, salah satunya adalah kegagalan CEO citigroup dalam melakukan perubahan dan perkembangan dalam citigroup.
1)      CEO citigroup tersebut merubah konsepkepemimpinan citigroup yang lama menjadi kepemimpina otoriter, yang menyebabkan para bankir-bankir di citigroup pun banyak yang mengundurkan diri karena tidak suka dengan perubahan yang terjadi pada citigroup. Sehingga pada akhirnya citigroup kehilangan para bankir-bankir terbaik yang mereka punya.
2)      Kegagalan CEO citigroup dalam membawa perubahan tidak hanya sampai disitu, kegagalan lainynya adalah saat CEO citigoup tersebut ingin pensiun.Saat sang CEO citigroup tersebut ingin pesnsiun pada tahun 2003, sang CEO citigroup tersebut memilih penggantinya bukan karena yang dipilihnya itu orang terbaik dalah hal perbankkan, atau bukan karena pengalaman penggatinya itu memiliki pengalaman yang luar biasa dalam hal perbankkan, tapi sang CEO tersebut memilih penggantinya dikarenakan yang menggantikan sangat loyal kepadanya, walaupun yang menggantikannya itu tidak memilkiki basic tentenag dunia perbankkan, karena yang menggantikannya adalah seorang kepala bagian hukum, atau basicnya adalah dalam bidang hukum.
Itulah beberapa penyebab mengapa citigroup bisa mengalami kerugian yang sangat besar, sebagaian besar penyebabnya adalah karena perubahan dan perkembangan citigroup kearah yang tidak baik, sehingga mereka tidak dapat mengatasi perubahan atau masalah yang terus berkembang pula.
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dalam kasus citigroup tersebut, diantaranya adalah:
1.Saat ingin melakukan perubahan atau perkembangan pada sebuah organisasi, ada baiknya harus dipikirkan segala resikonnya, agar perubahan dan perkembangan yang dibuat dapat membuat organisasi tersebut dapat bertahan menghadapi segala tuntutan masalah yang terus berkembang pula
2. Perubahan yang terbaik adalah saat kita merangkul seluruh anggota organisasi kita, bukanmenerapkan kepemimpinan yang otoriter, karena kepemimpnan yang otoriter akan membuat kesenjangan antar pemimpin dan anggtonya. Yang akan menyebabkan banyaknya masalah yang tidak terselesaikan, karena kuragnya kerja sama akibat kepemimpinan yang otoriter
3. Saat sebuah perubahan atau perkembangan yang kita buat dalam sebuah organisasi membuat organisasi kita mengalami perubahan atau perkembangan ke arah yang negatif, maka sebaiknya kita harus membua sebuah perubahan baru, agar organisasi tersebut dapat bertahan dalam menghadapi segala masalah, dan agar organisasi terebut dapat mejadi tempat bernaungbagi para anggotanya.
2. Contoh Kasus Stress Kerja
Stres Kerja, Menyebabkan Kematian
Terlihat seorang wakil pembicara dan karyawan yang berkumpul di luar pabrik Foxconn di Shenzhen, Provinsi Guangdong Cina selatan pada sebuah dokumen foto yang diambil tanggal 24 Februari 2010. “Perusahaan hanya mementingkan kepentingan bisnisnya dengan memeras tenaga karyawan, sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah, ironisnya karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini”. Pemogokan di Perusahaan Honda Motor dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn Technology (produsen raksasa elektronik untuk industri seperti Apple, Dell dan Hewlett-Packard) membuat Pemerintah Cina harus melakukan pertemuan dengan perwakilan Management Perusahaan.
Seorang Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja untuk Foxconn (pembuatiPhone, iPads dan gadget elektronik lainnya termasuk Apple Inc) meninggal dunia “kematiannya mendadak” di rumahnya di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di provinsi Guangdong China selatan. Penyebab kematian sedang diselidiki dan “kita sedang mengumpulkan informasi-informasi pendukung penyebab kematian insinyur ini termasuk keterkaitannya dengan pekerjaan,” kata salah satu perwakilanmanagement perusahaan.
Surat kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa salah satu kerabat dekat Insinyur mengklaim kematian rekan kerjanya itu dikarenakan “stres kerja”, setelah bekerja 34 jam tanpa istirahat. Dampak dari laporan surat kabar yang terbit langsung direspon positif oleh Perusahaan dengan mengumumkan pemberian 30 % bonus pada karyawannya untuk meningkatkan dan membantu terciptanya lingkungan kerja yang lebih baik selain itu kerja lembur karyawan akan dikurangi sehingga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat. Aktivis ketenagakerjaan menuduh perusahaan memiliki gaya manajemen yang kaku, dan karyawannya dipaksakan untuk bekerja terlalu keras, namun Foxconn menyangkal tuduhan ini. Dalam setahun ini diFoxconn Company “Sepuluh pekerjanya telah bunuh diri dan tiga lainnya melakukan percobaan bunuh diri, rata-rata mereka tewas karena terjun dari atas bangunan.

Analisis kasus dengan teori stres
Kasus ini menerangkan mengenai aksi protes para pekerja Foxconn di China yang mengatakan bahwasanya pihak perusahaan tidak memikirkan hak para pekerja. Upah yang diberikan tidak setimpal dengan apa yang dikerjakan. Hal tersebut terbukti dengan tewasnya salah satu karyawan PT.Foxconn yang mati dirumahnya akibat stres kerja. Stres yang dialami pekerja tersebut dikarenakan perusahaan menuntut untuk bekerja keras tanpa istirahat.

Berdasarkan kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup membahayakan karena sampai melakukan bunuh diri hanya karena stres dengan pekerjannya. Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan pengertian menurut Widyastuti (2003) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan ketegangan yang dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunjang lainnya seperti halnya bertambahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah.
Sehingga membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis mereka seperti halnya pangan sandang dan papan. Hal tersebut dikarenakan upah yang mereka terima tidak setimpal atau tidak mencukupi.




BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
Perubahan organisasional dapat menyebabkan para stakeholder mengalami stress. Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
4.2  Saran
Dalam suatu kondisi tertentu perubahan organisasional sangat dibutuhkan suatu organisasi ataupun perusahaan. Dalam tercapainya tujuan dari  perubahan organisional, maka dibutuhkan pula manajemen stress untuk para stakeholder, agar mereka mampu beradaptasi menerima segala macam konsekuensi dari perubahan tersebut. Maka dari itu, sebelum melakukan perubahan organisasi dibutuhkan beberapa kesiapan mulai dari tingkat kelompok sampai tingkat antar individu maisng-masing. Disini peran pimpinan sangat dibutuhkan dalam memutuskannya.




DAFTAR PUSTAKA
Ananymous. Perubahan Organisasi. http://aditb-gunadarma.blogspot.com/2012/11/makalah-kelompok-5-perubahan-organisasi.html (diakses pada Mei 2017 )
Asriani, Dinda. Analisis Kesiapan Perubahan Organisasional. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/128308-T%2026591-Analisis%20kesiapan-Metodologi.pdf (diakses pada Mei 2017)
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. 2003. Perilaku Organisasional, Edisi Pertama. Diterjemahkanoleh Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat
Ruhana, Ika. Perubahan Organisasi. http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/12/Bab-15-16-Perubahan-Organisasi.pdf (diakses pada Mei 2017)
R Sukanto dan Hani Handoko. 2003. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur, dan Perilaku. Edisi ke2. Yogyakarta: BPFE



Kamu bisa melihat versi full paper dengan download link di bawah ini :
Versi Word

Semoga Bermanfaat
Indahnya Berbagai
:)

No comments:

Post a Comment

KEBIJAKAN EKSPOR-IMPOR DI INDONESIA

KEBIJAKAN EKSPOR-IMPOR DI INDONESIA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ PEREKONOMIAN INDONESIA ” Dosen ...

The Popular Posts