Strategi Marketing (STP)


2.1 STRATEGI MARKETING
Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Strategi pemasaran modern secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu: segmentasi pasar (segmentation), penetapan pasar sasaran (targeting), dan penetapan posisi pasar (positioning) (Kotler, 2001). Setelah mengetahui segmen pasar, target pasar, dan posisi pasar maka dapat disusun strategi bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari strategi produk, harga, penyaluran/ distribusi dan promosi (Assauri, 1999).

2.1.1 Segmentasi Pasar (Segmentation)
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Kotler, 2001). Dengan kata lain, segmentasi pasar adalah kegiatan membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang terbedakan dengan kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran terpisah.
Perusahaan membagi pangsa pasar ke dalam segmen-segmen pasar tertentu di mana masing-masing segmen tersebut bersifat homogen. Perbedaan keinginan dan hasrat konsumen merupakan alasan yang utama untuk diadakannya segmentasi pasar. Jika terdapat bermacam-macam hasrat dan keinginan konsumen, maka perusahaan dapat mendesain suatu produk untuk mengisi suatu heterogenitas keinginan dan hasrat tersebut. Dengan demikian dapat berkreasi dengan suatu penambahan penggunaan yang khusus untuk konsumen dalam segmen yang diinginkan. Konsumen akan mau membayar lebih tinggi terhadap produk yang mereka butuhkan bila mereka menerima berbagai keuntungan dari produk tersebut.
Perusahaan atau para penjual mengklasifikasikan beberapa kelompok sasaran segmen pemasaran, yakni segmentasi pasar konsumen, segmentasi pasar industri, dan segmentasi pasar internasional. Kelompok segmen pasar tersebut memiliki karakteristik berbeda, sehingga memerlukan cara tersendiri untuk menanganinya.
Membuat Segmentasi Pasar Konsumen
Tidak ada cara tunggal untuk membuat segmen pasar. Pemasar harus mencoba variabel segmentasi yang berbeda, secara sendiri atau kombinasi untuk mencari cara terbaik untuk memetakan struktur pasar. Terdapat beberapa variabel utama yang sering digunakan untuk menentukan segmentasi pasar, yakni variabel geografis, demografis, psikiografis.
1. Segmentasi Geografis
Segmentasi geografis membagi pasar menjadi beberapa unit secara geografis seperti negara, regional, propinsi, kota, wilayah kecamatan, wilayah kelurahan dan kompleks perumahan. Sebuah perusahaan mungkin memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau beberapa wilayah geografis ini atau beroperasi di semua wilayah tetapi tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan psikologis konsumen.
             Banyak perusahaan dewasa ini “merigionalkan“ program    pemasaran produknya, dengan melokalkan produk, iklan, promosi dan usaha penjualan agar sesuai dengan kebutuhan masingmasing regional, kota, bahkan kompleks perumahan.
2. Segmentasi Demografis
            Segmentasi pasar demografis membagi pasar menjadi kelompok berdasarkan pada variabel seperti jenis kelamin, umur, status perkawinan, jumlah keluarga, umur anak, pendapatan, jabatan, lokasi geografi, mobilitas, kepemilikan rumah, pendidikan, agama,
ras atau kebangsaan. Faktor-faktor demografis ini merupakan dasar paling populer untuk membuat segmen kelompok konsumen.
Alasannya utamanya, yakni kebutuhan konsumen, keinginan, dan mudah diukur. Bahkan, kalau segmen pasar mula-mula ditentukan menggunakan dasar lain, maka karakteristik demografis pasti diketahui agar mengetahui besar pasar sasaran dan untuk menjangkau secara efisien.
a. Umur dan Tahap Daur Hidup
Perusahaan menggunakan segmentasi umur dan daur hidup, yakni menawarkan produk berbeda atau menggunakan pendekatan pemasaran yang berbeda untuk kelompok umur dan daur hidup berbeda.
b. Jenis Kelamin
Perusahaan menggunakan segmentasi jenis kelamin untuk memasarkan produknya, misalnya pakaian, kosmetik, dan majalah. Banyak perusahaan kosmetika, yang mengembangkan produk parfum yang hanya ditujukan kepada para wanita atau kaum pria.
    c.  Pendapatan
Pemasar produk telah lama menggunakan pendapatan menjadi segmentasi pemasaran produk dan jasanya, seperti mobil, kapal, pakaian, kosmetik dan jasa transportasi. Banyak perusahaan membidik konsumen kaya dengan barang-barang mewah dan jasa yang memberikan kenyamanan dan keselamatan ekstra, sebaliknya ada beberapa perusahaan kecil yang membidik konsumen dengan level social-ekonomi menengah ke bawah.
  3. Segmentasi Psikiografis
Segmentasi psikiografis membagi pembeli menjadi kelompok berbeda berdasarkan pada karakteristik kelas sosial, gaya hidup atau kepribadian. Dalam kelompok demografis orang yang berbeda dapat mempunyai ciri psikiografis yang berbeda.
a. Kelas Sosial
Kelas sosial ternyata mempunyai pengaruh kuat pada pemilihan jenis mobil, pakaian, perabot rumah tangga, properti, dan rumah. Pemasar menggunakan variabel kelas sosial sebagai segmentasi pasar mereka.
b. Gaya Hidup
Minat manusia dalam berbagai barang dipengaruhi oleh gaya hidupnya, dan barang yang mereka beli mencerminkan gaya hidup tersebut. Atas dasar itu, banyak pemasar atau produsen yang mensegmentasi pasarnya berdasarkan gaya hidup konsumennya. Sebagai misal, banyak produsen pakaian remaja yang mengembang-kan desain produknya sesuai dengan selera dan gaya hidup remaja.
c. Kepribadian
Para pemasar juga menggunakan variabel kepribadian untuk mensegmentasi pasar, memberikan kepribadian produk mereka yang berkaitan dengan kepribadian konsumen. Strategi segmentasi pasar yang berhasil berdasarkan pada kepribadian telah dipergunakan untuk produk seperti kosmetik, rokok, dan minuman ringan.

Proses Segmentasi Pasar
Proses segmentasi mempunyai beberapa langkah:
 (1) identifikasi basis segmentasi pasar,
(2) mengumpulkan informasi pasar,
(3) mengembangkan komposisi profil segmen,
(4) penetapan konsekuensi pemasaran,
(5) estimasi masing-masing potensi segmen pasar,
(6) analisis peluang pasar, dan
(7) penetapan penguasaan pasar.


Persyaratan Segmentasi Yang Efektif
Ada banyak cara untuk mensegmentasi pasar, namun tidak semua segmentasi efektif. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk melakukan segmentasi pasar yang efektif. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Dapat diukur (Measurability), yaitu informasi mengenai sifatsifat pembeli yang mencakup ukuran, daya beli dan segmen yang dapat diukur. Misalnya, jumlah segmen masyarakat kaya sebagai calon pembeli mobil yang dijadikan segmen penjualan mobil Toyota Kijang.
2.  Dapat dijangkau (Accessibility), yaitu segmen pasar dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.
3. Besarnya cakupan (Substantiality), yaitu tingkat keluasan segmen pasar dan menjanjikan keuntungan bila dilayani. Suatu segmen sebaiknya merupakan kelompok yang homogen dengan jumlah yang cukup besar, sehingga cukup bernilai jika dilayani dengan program pemasaran yang disesuaikan.
4.   Dapat dilaksanakan, yakni program yang efektif dapat dirancang untuk menarik dan melayani segmen tersebut. Sebagai misal, walaupun sebuah perusahaan angkutan antar kota mengidentifikasi sepuluh segmen pasar, namun stafnya terlalu sedikit untuk mengembangkan pemasaran terpisah bagi tiap segmen.
5.   Memberikan keuntungan (profitable)
      Segmentasi pasar bukanlah pekerjaan yang mudah. Apabila segmen-segmen pasar yang telah terbentuk masing-masing atau sebagian besar tidak memberikan keuntungan dari perbedaan tersebut, maka usaha ini tidak bermanfaat. Artinya hanya segmen-segmen yang memberikan peluang untuk keuntungan rancangan tersebut yang bermanfaat.

2.1.2  Target Pasar (Targetting)
Dalam menetapkan sasaran pasar (target pasar), perusahaan terlebih dulu harus melakukan segmentasi pasar, dengan cara mengelompokkan konsumen (pembeli) ke dalam kelompok dengan ciri-ciri (sifat) yang hampir sama. Setiap kelompok konsumen dapat dipilih sebagai target pasar yang akan dicapai. Segmentasi pasar dimaksudkan untuk mengkaji dan mencari kesempatan segmen pasar yang dihadapi perusahaan, menilai segmen pasar, dan memutuskan berapa banyak dari segmen pasar yang ada tersebut yang akan dilayani oleh perusahaan. Penentuan target pasar sangat penting karena perusahaan tidak dapat melayani seluruh konsumen atau pembeli yang ada di pasar. Pembeli yang ada terlalu banyak dengan kebutuhan dan keinginan yang beragam atau bervariasi, sehingga perusahaan harus mengidentifikasi bagian pasar mana yang akan dilayaninya sebagai target pasar.
Kegiatan pemasaran akan lebih berhasil jika hanya diarahkan kepada konsumen tertentu sebagai target pasar yang dituju. Target pasar adalah kelompok konsumen yang agak homogen, yang akan dijadikan sasaran pemasaran perusahaan. Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan jenis kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain itu perlu diperhatikan pula kebutuhan dan keinginan kelompok konsumen manakah yang akan dipenuhi. Konsumen memang pembeli yang harus dilayani perusahaan dengan memuaskan. Namun, tidak mungkin perusahaan benar-benar dapat memberikan kepuasan kepada seluruh konsumen yang ada di pasar, karena terbatasnya kemampuan atau sumber daya perusahaan. Untuk itu perusahaan perlu menentukan batas pasar yang akan dilayani atau yang menjadi target pasar, melalui pengelompokkan konsumen berdasarkan ciri-ciri atau sifatnya dikaitkan dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
Adapun yang dimaksud dengan target pasar adalah kelompok konsumen yang mempunyai ciri-ciri atau sifat hampir sama (homogen) yang dipilih perusahaan dan yang akan dicapai dengan strategi bauran pemasaran (marketing mix). Dengan ditetapkannya target pasar, perusahaan dapat mengembangkan posisi produknya dan strategi bauran pemasaran untuk setiap target pasar tersebut. Target pasar perlu ditetapkan, karena bermanfaat dalam :
1.   Mengembangkan posisi produk dan strategi bauran pemasaran.
2.  Memudahkan penyesuaian produk yang dipasarkan dan strategi bauran pemasaran yang dijalankan (harga yang tepat, saluran distribusi yang efektif, promosi yang tepat) dengan target pasar.
3.   Membidik peluang pasar lebih luas, hal ini penting saat memasarkan produk baru.
4.  Memanfaatkan sumber daya perusahaan yang terbatas seefisien dan seefektif mungkin
5.   Mengantisipasi persaingan
Dengan mengidentifikasikan bagian pasar yang dapat dilayani secara efektif, perusahaan akan berada pada posisi lebih baik dengan melayani konsumen tertentu dari pasar tersebut.
Dalam memilih pasar yang dituju (target pasar), perusahaan dapat menempuh tiga alternatif strategi, yaitu: (1) Strategi yang Tidak Membeda-bedakan Pasar (Undifferentiated Marketing), (2) Strategi yang Membeda-bedakan Pasar (Differentiated Marketing), (3) Strategi yang Terkonsentrasi (Concentrated Marketing).

(1).  Undifferenciated Marketing
  • Meninjau pasar secara keseluruhan.
  • Memusatkan perhatian pada kesamaan kebutuhan konsumen.
  • Menghasilkan dan memasarkan satu macam produk.
  • Menarik semua konsumen dan memenuhi kebutuhan semua konsumen
  • Pasar yang dituju dan teknik pemasarannya bersifat massal.
  • Ditujukan kepada segmen terbesar yang ada dalam pasar.

(2).  Differentiated Marketing
  • Melayani 2 atau lebih kelompok konsumen tertentu dengan jenis produk tertentu pula.
  • Menghasilkan dan memasarkan produk yang berbeda-beda melalui program pemasaran yang berbeda-beda untuk tiap kelompok konsumen tertentu tersebut.
  • Mengarahkan usahanya pada keinginan konsumen.
  • Memperoleh loyalitas, kepercayaan, serta pembelian ulang dari kelompok konsumen tertentu tersebut.

(3).  Concentrated Marketing
·         Memilih segmen pasar tertentu.
·         Memusatkan segala kegiatan pemasarannya pada satu atau lebih segmen pasar yang akan memberikan keuntungan terbesar.
·         Mengembangkan produk yang lebih ideal dan spesifik bagi kelompok konsumen tersebut.
·         Memperoleh kedudukan/posisi yang kuat di dalam segmen pasar tertentu yang dipilih.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi strategi target pasar, antara lain :
1.      Sumber-sumber perusahaan. Bila sumber daya yang dimiliki sangat terbatas maka strategi target pasar yang tepat adalah concentrated marketing.
2.      Homogenitas produk. Untuk produk yang homogen, maka strategi yang tepat untuk target pasarnya adalah undifferentiated.
3.      Tahap-tahap dalam siklus kehidupan produk. Strategi yang tepat bagi produk baru adalah undifferentiated marketing. Untuk produk-produk yang banyak variasinya dapat digunakan juga concentrated marketing. Pada tahap kedewasaan produk digunakan strategi differenciated marketing.
4.      Homogenitas pasar. Undifferentiated marketing cocok digunakan karena pembeli punya cita rasa yang sama, jumlah pembelian yang sama dan memiliki reaksi yang sama terhadap usaha pemasaran perusahaan.
5.      Strategi pemasaran pesaing. Bila menghadapi pesaing yang menempuh strategi sama dengan strategi perusahaan, maka perusahaan harus lebih aktif mengadakan segmentasi untuk mendapat keberhasilan.

Untuk melakukan evaluasi target pasar diperlukan informasi dan analisis data yang berkenaan dengan :
1.   Produk yang dipasarkan dan strategi bauran pemasaran yang dijalankan.
Perusahaan dapat mengembangkan produk yang tepat untuk setiap target pasar dengan mempertimbangkan apakah produk tersebut masih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan target pasar. Strategi bauran pemasaran yang dijalankan diarahkan pada target pasar dengan penyesuai harga yang tepat, saluran distribusi yang efektif, dan promosi yang tepat pola guna menjangkau target pasar.
2.   Kepuasan konsumen yang menjadi target pasar.
Kepuasan konsumen dapat diukur dari suara konsumen, kritik, saran, atau keluhan terhadap strategi pemasaran produk perusahaan. Makin kooperatif konsumen, makin puas pula konsumen terhadap strategi pemasaran produk perusahaan.
3.   Laba perusahaan.
Pencapaian tingkat laba ditentukan oleh pencapaian tingkat penjualan yang direncanakan dan harga penjualan yang ditetapkan. Makin tinggi tingkat berarti makin berhasil strategi perusahaan tersebut.

2.1.3 Posisian Produk di Pasar (Positioning)
Positioning adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan berada dalam benak pelanggan sasarannya (Kotler, 1997). Positioning merupakan elemen yang sangat utama dalam suatu strategi pemasaran. Sebuah perusahaan dapat menentukan posisinya melalui persepsi pelanggan terhadap produknya dan produk pesaingnya sehingga akan dihasilkan peta persepsi. Dengan menggunakan informasi dari peta persepsi itu, dapat dikenali berbagai strategi penentuan posisi antara lain :
a.   Positioning menurut atribut produk.
Usaha memposisikan diri menurut atribut produknya.
b.   Positioning menurut manfaat.
Produk diposisikan sebagai pemimpin dalam suatu manfaat tertentu
c.   Positioning menurut harga/ kualitas.
Produk diposisikan sebagai nilai (harga dan kualitas) terbaik.
d.   Positioning menurut penggunaan/ penerapan.
Usaha memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan/ penerapan.
e.   Positioning menurut pemakai.
Usaha memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah kelompok pemakai
f.    Positioning menurut pesaing.
Produk memposisikan diri sebagai lebih baik daripada pesaing utamanya.
g.   Positioning menurut kategori produk.
Produk diposisikan sebagai pemimpin dalam suatu kategori produk.

Setelah kita menentukan dan memilih pasar sasaran, maka langkah selanjutnya adalah menentukan strategi pokok untuk masuk ke dalam persaingan bisnis dan pasar yaitu :
  1. Memposisikan produk Anda di pasar sebagai langkah merebut pasar di pikiran konsumen (mind share).
  2. Strategi diferensiasi produk Anda (differentiation) sebagai langkah strategis untuk membedakan produk Anda dengan produk pesaing dalam pikiran konsumen (mind share).
  3. Strategi penguatan merek (branding) dari propduk Anda sebagai langkah strategis untuk menahan konsumen agar tetap loyal, setia, bangga, dan puas dengan cara memasarkan dan menjual secara experiential (pengalaman) dan emotional (emosi) di hati para calon konsumennya (heart share).
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, Phillip dan Gary Amstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi ke 12. Diterjemahkan oleh Bob Sabran. Erlangga: Jakarta
Swastha, Basu dan Irawan. 1990. MENEJEMEN PEMASARAN MODERN. Edisi kedua. Liberty : Yogyakarta.
Sunarto. 2003. MANAJEMEN PEMASARAN. BPFE UST: Yogyakarta.

Anggaran, Perencanaan dan Pengendalian

2.1  Anggaran, Perencnaan dan Pengendalian
Anggaran adalah suatu alat perencanaan dan pengendalian yang efektif di dalam organisasi, yang bersifat jangka pendek biasanya mencakup periode satu tahun (Anthony dan Govindarajan, 1998:360). Sedangkan Supriyono (1987) mengungkapkan bahwa anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif untuk menunjukkan bagaimana sumber sumber akan diperoleh dan akan digunakan selama jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun. Kegiatan penyusunan anggaran ini dinamakan penganggaran.
Anggaran memiliki dua peran penting di dalam sebuah organisasi, yaitu pertama berperan sebagai alat perencanaan dan kedua berperan sebagai alat pengendalian. Sebagai sebuah rencana tindakan, anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengendalikan kegian organisasi atau unit organisasi dengan cara membandingkan hasil yang sesungguhnya yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan. Jika hasil yang sesungguhnya yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan. Jika hasil sesungguhnya berbeda secara signifikan dari rencana, tindakan tertentu harus diambil untuk melakukan revisi yang perlu terhadap rencana.
Perencanaan dan pengendalian mempunyai hubungan yang sangat erat. Perencanaan adalah pandangan ke depan untuk melihat tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Pengendalian adalah melihat kebelakang, menentukan apakah yang sebenarnya terjadi, dan membandingkan dengan hasil yang direncanakan sebelumnya.
Kompenen kunci dari perencanaan adalah :
1.      Anggaran, rencana keuangan untuk melihat masa depan.
2.      Rencana Strategis, mengidentifikasi strategi – strategi untuk aktivitas dan operasi di masa depan, setidaknya lima tahun ke depan.
Adapun bagan hubungan antara anggaran, perencanaan, dan pengendalian, sebagai berikut:

Lengkapnya silahkan download disini 


Semoga Bermanfaat
Indahnya Berbagi
:)

Pengaruh Budaya terhadap Perilaku Konsumen


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya merupakan kekuatan dalam mengatur perilaku manusia. Ini terdiri dari seperangkat pola perilaku yang ditularkan dan dipertahankan oleh anggota masyarakat tertentu melalui berbagai cara (Arnolds & Thompson, 2005). Sebagai contoh, anggota dalam budaya yang sama memiliki kesamaan bahasa (Lee, 2000), instruksi pola (Kelley & Wendt, 2002) dan imitasi (Barney, 1986), dan mereka berbagi nilai yang sama (Hofstede, 2001). Nilai-nilai ini cenderung mempengaruhi perilaku konsumen dan mengatur pilihan kriteria yang digunakan oleh konsumen individu.
Nilai-nilai budaya adalah kendaraan yang membawa pengetahuan budaya-ditentukan dari satu generasi ke generasi lainnya; yaitu, mereka adalah bentuk di mana budaya disimpan dan menyatakan (Mourali, Laroche, & Pons, 2005). Nilai-nilai ini disosialisasikan ke kelompok tertentu dan diwariskan ke generasi berikutnya (Triandis, 1995). Akibatnya, nilai-nilai bertahan dari waktu ke waktu dan, karena itu, mungkin memiliki pengaruh pada cara konsumen berperilaku. Ini pengaruh lebih lanjut pilihan-pilihan yang individu membuat mengenai keputusan konsumen dari produk sehari-hari ke pembelian besar atau penting (Luna & Gupta, 2001).
Hampir tidak ada aspek kehidupan bahwa nilai-nilai budaya tidak mempengaruhi (Mourali et al., 2005). Sistem nilai budaya meliputi unsur-unsur budaya yang orang memiliki kesamaan dengan kelompok mana mereka berasal, serta nilai-nilai istimewa yang unik untuk individu yang (Luna & Gupta, 2001). budaya masyarakat, serta subkultur regional dan nilai-nilai kekeluargaan, semua mempengaruhi pembentukan nilai-nilai budaya individu. Dengan demikian, dari awal keberadaan seseorang, ia / dia mengalami manfaat dan pembatasan dari budaya tertentu, dan mereka manfaat dan batasan mungkin menjadi pengaruh besar pada keputusan pembelian konsumen (de Mooij, 2010). Sebagai contoh, beberapa budaya memiliki sifat umum dari hati-hati terhadap pengalaman baru. Konsumen dari ini latar belakang budaya lebih cenderung mengandalkan nilai-nilai tradisional (Manrai, Lascu, Manrai, & Babb, 2001), yang berarti, pertama-tama, bahwa mereka belajar melalui pengamatan daripada segera membeli produk baru atau inovatif. Pendekatan  ini menciptakan keterbatasan dalam hal preferensi produk atau pilihan (Leo, Bennett, & Hartel, 2005). Perbedaan nilai budaya di kalangan konsumen dapat menyebabkan kesulitan bagi para peneliti dalam memahami perilaku konsumen dalam lingkungan multikultural.
Namun, budaya umumnya diterima oleh para peneliti pemasaran sebagai salah satu penentu yang mendasari paling penting dari perilaku konsumen (de Mooij, 2010). peneliti pemasaran sebelumnya telah menggunakan dimensi budaya, misalnya, individualisme-kolektivisme, untuk mengukur dampak dari nilai-nilai budaya dalam penelitian perilaku konsumen (lihat Luna & Gupta, 2001). Studi sebelumnya termasuk perbedaan budaya dalam perilaku keluhan konsumen (Liu & McClure, 2001), inovasi konsumen (Steenkamp, 2001), ritel konsumen (de Mooij & Hofstede, 2002) dan impulse buying (Kacen & Lee, 2002). Penggunaan individualisme-kolektivisme untuk mengukur nilai-nilai budaya, oleh karena itu, konsep kunci yang telah berhasil digunakan dalam riset pemasaran lintas budaya (Obligasi et al., 2004).
Dengan begitu banyak penekanan pada individualisme-kolektivisme dalam riset pemasaran lintas budaya, hal ini mengejutkan untuk dicatat bahwa ada sangat sedikit informasi mengenai pengaruh individualisme-kolektivisme ketika membeli produk keterlibatan tinggi (Luna & Gupta, 2001). Dalam istilah yang lebih umum, penelitian telah menunjukkan bahwa budaya dapat bertindak sebagai inhibitor niat dalam kaitannya dengan pembelian keterlibatan tinggi  (Henry, 1976). Oleh karena itu, mungkin masuk akal untuk mengasumsikan bahwa umumnya dipegang nilai-nilai individualisme-kolektivisme dapat membentuk (sampai batas tertentu) pilihan apa yang atau tidak dihargai antara produk-produk tertentu. Nilai-nilai ini dapat menyebabkan pilihan produk   yang berbeda yang dibuat oleh individu dalam dua kelompok budaya individualisme dan kolektivisme (Doran, 2002). Jika hubungan antara individualisme-kolektivisme dan pembelian keterlibatan tinggi dapat dibuktikan, maka budaya bisa menjadi alat pemasaran yang lebih berguna dan berharga (Manrai & Manrai, 1996; Jung & Sung, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mencapai hal ini dengan menyelidiki nilai-nilai individualis dan kolektivis konsumen yang mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Dalam penelitian ini penulis telah melihat dalam beberapa tahap dari proses pengambilan keputusan konsumen dalam kaitannya dengan pembelian mobil, yang dapat membantu para praktisi pemasaran untuk berkomunikasi dengan konsumen potensial dan saat ini dalam kelompok-kelompok budaya.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana yang dimaksud dengan perilaku konsumen?
2.      Bagaimana yang dimaksud dengan budaya?
3.      Bagaimana yang dimaksud dengan sub budaya?
4.      Bagaimana yang dimaksud dengan nilai budaya?
5.      Apa hubungan antara budaya dengan perilaku konsumen?
6.      Apa hubungan antara ritual dengan perilaku konsumen?
7.      Bagaimana studi riset terkait hubungan budaya dengan perilaku konsumen di global?
1.3 Tujuan Masalah
1.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan perilaku konsumen.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan budaya.
3.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan sub budaya.
4.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan nilai budaya.
5.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan antara budaya dengan perilaku konsumen.
6.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan antara ritual dengan perilaku konsumen.
7.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami studi riset terkait hubungan budaya dengan perilaku konsumen di global.


                                                                                                               



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Perilaku Konsumen
Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (American Marketing Association), perilaku konsumen dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungan yang mana manusia melakukan pertukaran dalam berbagai aspek dalam kehidupan mereka. Menurut Swastha dan Handoko (2000),”Perilaku konsumen adalah kegiatan – kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan tersebut.”
Perilaku konsumen mempelajari bagaimana seseorang membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, dan usaha) untuk mendapatkan barang konsumsi, termasuk apa, mengapa, kapan, di mana, seberapa banyak, seberapa sering membeli, dan seberapa lama mereka menggunakan (Schiffman & Kanuk, 2008). Menurut Peter dan Olson (2008) teori konsumen adalah dinamis. Dikatakan dinamis karena pemikiran, perasaan, dan tindakan dari setiap individu konsumen, kelompok sasaran konsumen, dan masyarakat secara keseluruhan selalu berubah. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pemikiran orang – orang, perasaan, tindakan dan lingkungan. Perilaku konsumen merupakan pertukaran yang terjadi pada sesama manusia. Pertukaran yang terjadi berupa pertukaran suatu nilai (value) kepada orang lain dan menerima sesuatu atau sebaliknya.
2.2 Budaya
Menurut Schiffman (2008) budaya adalah kumpulan tentang keyakinan, nilai, adat yang berfungsi untuk mengarahkan perilaku konsumen di anggota masyarakat tertentu. Kotler dan Keller (2007) mengemukakan bahwa budaya adalah penentu keinginan dan perilaku referensi, dan perilaku manusia ditentukan yang paling mendasar.
Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005) budaya merupakan pengaruh eksternal yang penting terhadap perilaku konsumen. Budaya meliputi pengamatan yang menyeluruh terhadap sifat – sifat masyarakat secara utuh termasuk bahasa, pengetahuan, hukum, agama, kebiasaan makan, musik, kesenian, teknologi, pola kerja, produk, dan benda – benda lain yang menunjukkan sesuatu yang khas tentang masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Solomon (2004) mendefinisikan budaya sebagai “Culture is the accumulation of shared meanings, ritual, norms and tradition among the member of an organization or society”. Budaya adalah akumulasi dari keyakinan bersama, ritual, norma, dan tradisi di antara anggota organisasi atau masyarakat. Seorang anak akan mendapat kumpulan nilai, persepsi, preferensi dari keluarganya yang merupakan bagian dari budaya (Kotler dan Keller, 2007). Menurut Kotler & Armstrong (2008), anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi keputusan pembelian seorang konsumen. Orang tua memberikan arah dalam tuntunan agama, politik, ekonomi, dan harga diri. Bahkan jika konsumen tidak berhubungan lagi dengan orang tua, pengaruh orang tua terhadap perilaku konsumen tersebut tetap ada.
2.3 Sub Budaya
Setiap budaya terdiri sub budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri – ciri dan sosialisasi khusus bagi anggotanya. Sub budaya terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub budaya yang membentuk segmen pasar penting dengan merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Suatu perusahaan membuat produk sesuai dengan daerah dimana produk tesebut dipasarkan (Kotler dan Keller, 2007).
Menurut Solomon (2004), sub budaya terdiri dari anggota yang memiliki kesamaan kepercayaan dan pengalaman yang membedakan anggota tersebut dari yang lain. Anggota ini bisa didasarkan dari kesamaan umur, ras, latar belakang suku, atau tempat tinggal. Setiap suku memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda, seperti dalam menentukan suatu produk, memilih tempat wisata, perilaku politik serta keinginan untuk mencoba produk baru. Dalam segi umur pun juga mempengaruhi dalam perilaku konsumsi.
Menurut Schifman dan Kanuk (2008), sub budaya membagi keseluruhan masyarakat menjadi berbagai macam variabel sosiobudaya dan demografis seperti kebangsaan, agama, lokasi geografis, ras, usia, gender, dan bahkan status pekerjaan. Para anggota sub budaya tertentu mempunyai nilai – nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang membedakan anggota sub budaya tersebut dari anggota lain dalam masyarakat yang sama.
2.4 Nilai Budaya (Culture Value)
Ketika kita berbicara tentang keterkaitan pemasaran dan budaya, maka kita dapat menelusur dari perbedaan pemahaman mengenai konsep kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dirasakan kurang oleh manusia, sehingga mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan terhadapnya. Tiap orang mempunyai kebutuhan yang sama di semua tempat tanpa terkecuali. Mereka membutuhkan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian dan rasa aman.
Keinginan berbeda dengan kebutuhan. Keinginan dipengaruhi oleh budaya dan adat kebiasaan. Sebagai contoh, Kotler memberikan gambaran bahwa orang sama-sama membutuhkan pakaian. Namun pakaian yang dipakai orang Irian berbeda dengan orang Amerika dan orang Jepang. Demikian juga dengan apa yang dimakan. Orang Jawa suka makan nasi sebagai makanan pokok, sementara orang Amerika makan roti atau segala sesuatu yang terbuat dari gandum.
Dalam pemasaran, menurut Assael (1998) nilai budaya sangat mungkin mempengaruhi anggota masyarakat dalam pola pembelian dan pola konsumsi. Seorang konsumen mungkin akan memberikan nilai yang tinggi pada pen capaian dan akan memperlihatkan kesuksesan dengan kemewahan dan prestise. Konsumen yang lain, akan menyampaikannya lewat kesan awet muda dan aktif. Budaya tidak hanya mempengaruhi perilaku konsumen, budaya merefleksikan perilaku. Klub fitness, diet, skin care lotion, dan produk rendah lemak, memperlihatkan mencerminkan budaya Amerika yang memberikan perhatian pada gaya muda dan perhatian terhadap kebugaran. Lebih dari itu, budaya menjadi cermin baik itu nilai dan kepemilikan benda-benda oleh anggotanya.
Rokeach (1973) mendefinisikan nilai budaya (cultural value) sebagai kepercayaan tentang eksistensi yang darinya secara personal dan sosial yang mereka usahakan. Sistem nilai merupakan bagian yang sangat penting dari aspek budaya. Sebagai contoh, budaya Asia banyak yang menekankan pada aspek harmoni, sebaliknya budaya barat menekankan pada kesempurnaan individu.
2.5 Budaya dan Perilaku Konsumen.
Dampak budaya, sangatlah natural dan otomatis pengaruhnya terhadap perilaku manusia seakan seperti terjadi dengan sendirinya. Schiftman, et al (1995) menyatakan bahwa budaya ada untuk memuaskan kebutuhan manusia. Budaya menawarkan perintah, petunjuk, dan arahan dalam semua fase pemecahan persoalan manusia dalam memuaskan kebutuhan fisiologi, personal dan kebutuhan sosial. Sebagai contoh budaya menyediakan aturan mengenai kapan akan makan, di mana akan makan, dan apa yang tepat untuk dimakan pada saat pagi, siang dan malam, dan apa yang harus disiapkan untuk pesta ulang, piknik, ataupun pesta pernikahan. Kebiasaan ini tentu saja akan berimplikasi pada produk apa yang laku dan dapat ditawarkan pada ke pasar.
2.6 Ritual dan Perilaku Konsumen.
Ritual adalah aktivitas simbolik yang terdiri dari serangkaian aktivitas (multiple behaviors) yang terus berulang dari waktu ke waktu. Dalam praktek ritual dilakukan terhadap untuk memaknai berbagai kejadian dari manusia lahir sampai dengan kematian. Ritual pada umumnya dilakukan terbuka untuk umum, terkait dengan aspek spiritual atau kepercayaan tertentu, atau upacara-upacara tertentu. Perilaku biasanya dilakukan secara formal, dan tertulis.
Tharp dan Scott mengidentifikasi lima peran simbolik dari produk yang menggambarkan nilai-nilai budaya:
(1)   Produk adalah alat untuk mengkomunikasikan status sosial.
Melalui pemilikan produk tertentu seseorang berharap status sosial mereka akan terlihat oleh masyarakat dan pada akhirnya terdapat pengakuan akan status tersebut. Bagi masyarakat tertentu di Indonesia, memiliki mobil dengan merek tertentu akan meningkatkan status sosial mereka. Demikian juga dengan pemilikan burung, bunga tertentu, ataupun pemilikan vila di pegunungan.
(2)    Produk adalah alat ekspresi.
Produk merefleksikan nilai yang paling penting bagi konsumen. Pemasar menciptakan simbol dan asosiasi tertentu yang agar produk yang mereka ciptakan mampu mewakili ekspresi jiwa tertentu dari konsumennya. Beberapa produk ataupun merek mempunyai personalitas seperti yang dicari oleh konsumen seperti citra kesuksesan, pencapaian, kebebasan, individual, dan pengembangan diri. Rokok Djarum, mencitrakan jiwa petualangan atau pemberani, sedangkan rokok Wismilak mewakili citra rasa sukses.
(3)   Produk adalah alat untuk berbagi pengalaman.
Seringkali keberadaan suatu produk dapat digunakan untuk berbagi pengalaman. Melalui makanan dan minuman, pada saat tertentu, bunga dan hadiah adalah alat untuk berbagi pada even-event tertentu. Pada perayaan imlek orang berbagi kue ranjang, atau pada saat hari valentine orang berbagi hadiah.
(4)   Produk adalah sesuatu yang hedonis.
Seringkali suatu produk merefleksikan nilai-nilai konsumen, seperti estetika, atau kualitas sensualitas yang dapat mengakomodasi kesenangan kon sumen. Produk seperti perhiasan emas, berlian, jam, parfum, furnitur, dan kerajinan adalah produk yang menekankan aspek hedonisme. Merek-merek tertentu dari pakaian seperti Channel, Pierre Cardin, Gucci menekankan kemewahan pemiliknya.
(5)   Produk adalah alat untuk mengenang.
Produk dapat mengingatkan konsumen pada pengalaman masa lalu. Asesoris, merchandise, photo album dan CD adalah produk yang dapat digunakan untuk menjadi alat kenang-kenangan. Bagi wisatawan, keberadaan merchandise sangat penting untuk mengingat kesan wisatawan terhadap tempat yang dikunjungi. Demikian juga dengan even/kejadian tertentu seperti olimpiade, PON, Asian games, selalu diwarnai dengan penjualan memoribilia sebagai alat untuk kenang-kenangan.



BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perilaku konsumen mempelajari bagaimana seseorang membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, dan usaha) untuk mendapatkan barang konsumsi, termasuk apa, mengapa, kapan, di mana, seberapa banyak, seberapa sering membeli, dan seberapa lama mereka menggunakannya. Sedangkan budaya adalah kumpulan tentang keyakinan, nilai, adat yang berfungsi untuk mengarahkan perilaku konsumen di anggota masyarakat tertentu. Budaya menawarkan perintah, petunjuk, dan arahan dalam semua fase pemecahan persoalan manusia dalam memuaskan kebutuhan fisiologi, personal dan kebutuhan sosial.
Pesan dari komunikasi pemasaran dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen melalui mengakui perbedaan budaya yang telah dibahas sebelumnya. Sejak konsumen (Asia-lahir umumnya) memberikan preferensi untuk tujuan kelompok atas tujuan atau kepentingan individu, mungkin lebih efektif bagi pemasar untuk berkomunikasi dengan mereka pada tingkat grup daripada pada tingkat individu. Di sisi lain, bagi pesan konsumen (kelahiran Australia) mungkin dikembangkan lebih dalam hal manfaat fungsional atau kinerja.
4.2 Saran
Di tengah arus globalisasi seperti saat ini, tidak bisa dipungkiri berbagai kebudayaan asing dapat masuk ke daerah, dengan mudah. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia diharuskan lebih jeli melihat setiap kebudayaan asing yang masuk. Kita harus dapat memilah-milah mana budaya yang sesuai dan berdampak positif ke kita atau mana yang berdampak negatif. Meskipun demikian, kita tidak boleh lengah dengan kebudayaan asing, sehingga tidak mengetahui kebudayaan sendiri. Kita prioritaskan kebudayaan lokal, dan boleh mengakulturasikan dengan asing namun yang positif.





DAFTAR PUSTAKA
Giantara, Mariani Shoshana Dan Jesslyn Santoso. Pengaruh Budaya, Sub Budaya, Kelas Sosial, Dan Persepsi Kualitas Terhadap Perilaku Keputusan Pembelian Kue Tradisional Oleh Mahasiswa Di Surabaya. Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/85316-Id-Pengaruh-Budaya-Sub-Budaya-Kelas-Sosial.Pdf (Diakses Pada 5 Maret 2018).
Kussudyarsana. 2008. Budaya Dan Pemasaran Dalam Tinjauan Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen. Jurnal : Manajemen Dan Bisnis. Vol 12. Nomor 2. Https://Publikasiilmiah.Ums.Ac.Id/Bitstream/Handle/11617/1344/07-Kussudyarsana.Pdf?Sequence=1&Isallowed=Y (Diakses Pada 5 Maret 2018).
Sumarwan, U. (2003). Perilaku konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia


Untuk versi word, dapat didownload disini

Semoga Bermanfaat
Indahnya Berbagi
:)

KEBIJAKAN EKSPOR-IMPOR DI INDONESIA

KEBIJAKAN EKSPOR-IMPOR DI INDONESIA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ PEREKONOMIAN INDONESIA ” Dosen ...

The Popular Posts